Minggu, 26 Juli 2015

Jelajah Sepeda Papua

Sangat banyak keunikan telah tersaji pada aktivitas Jelajah Sepeda Papua yang dilakukan Harian Kompas diantara tanggal tiga sesudah 7 Juni 2015. Di perjalanan sejauh 513 kilometer yang dibagi jadi 5 etape itu, beberapa suatu menggoda dilakukan pesepeda dalam tanah Papua. Beraneka dalam antaranya adalah:

Ular dalam jalan

Seandainya pada Jawa kita banyak menjumpai tikus, ayam dengan kambing berkeliaran pada jalan atau berwujud bangkai dalam kontra aspal, di jalanan Papua yang dominan tampak merupakan anjing, babi, dengan ular. Babi serta anjing berkeliaran bebas di halaman rumah-rumah. Anjing-anjing itu gemar satu kali mengejar pesepeda sambil menyalak akhirnya menciptakan pesepeda gowes terbirit-birit. Selain kedua hewan tersebut, berada begitu juga makhluk lain yang gemar menyeberang jalan: ular. Laba hewan tersebut lebih berulang dijumpai telah jadi bangkai, meski ada juga yang melenggang di jalanan pada keadaan hidup. Untungnya lagi ular tidak suka mengejar pesepeda semacam anjing.

Meski ular pada tindakan sebagai pemandangan yang menakutkan menurut sebagian orang, tapi ular-ular python yang dipelihara dalam Koramil Bonggo, Papua, justru menghibur segala pesepeda yang berharap mengelusnya. Ketika segala pesepeda bermalam dalam halaman koramil, ular-ular phyton, burung kakatua, serta burung nuri menjadi teman yang acap dijadikan obyek foto selfie.

Burung-burung Eksotis

Papua populer dan burung cendrawasihnya. Tapi realitasnya tak sekedar burung tersebut yang di perhatikan pada perjalanan bersepeda pada Papua. Beraneka yang tampak yaitu burung-burung enggang berwarna hitam dengan paruh besarnya. Selanjutnya berada beberapa jenis alap-alap. Burung-burung lain serta ada, namun cuma terdengar suaranya.

Bagaimana dan cendrawasih? Burung-burung tersebut kami jumpai di perjalanan diantara Bonggo serta Sentani, juga pada Sota, perbatasan RI dengan Papua Nugini. Sayang seluruhnya pada bentuk awetan, yang dijual pada pinggir alternatif. Ketika ditanya berapa harganya, sang penjual membicarakan angka Rp 800.000.

Jejak Pinang Sirih

Ketika menginjakkan roda sepeda di Papua, segala pesepeda menjumpai bercak-bercak kemerahan pada beraneka tempat. Bagus dalam jalanan, dalam post rumah, bahkan pada tembok-tembok kantor. Kini bercak-bercak ini berasal dari ludah yang mengunyah pinang dengan sirih. Sangat banyak orang di Papua, pria juga wanita, mengunyah pinang. Gigi dan bibir mereka menjadi kemerahan, demikian pula juga ludahnya, yang apabila dibuang, akan mengantongi bercak pada mana-mana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar